Komunikasi
merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia sejak dilahirkan sudah
berkomunikasi dengan lingkungannya.Untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab
dan harmonis kama diperlukan adanya komunikasi yang efektif, sehingga komunikasi
tersebut dapat berdayaguna dan berhasilguna dalam kehidupan manusia sepanjang
masa.
Pengertian Komunikasi
Islami
Komunikasi Islam berfokus pada
teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan
akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif,
terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan
fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan dimensi
penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan
manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan
proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan
kaedah komunikasi dalam Alquran. Komunikasi Islam dengan demikian dapat
didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai
dengan Alquran dan Hadis.
Prinsip Komunikasi Islam
Komunikasi Islam adalah proses
penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi
dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada
unsur pesan, yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara, dalam hal ini
tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa. Pesan-pesan keislaman yang
disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi
akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Soal cara (kaifiyah), dalam
Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan
dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip,
atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.
Kaidah,
prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim
dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal
dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam
aktivitas lain.
Dalam
berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya
enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai
kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2)
Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan
(6) Qaulan Maysura.
1. QAULAN SADIDA
Qaulan Sadidan berarti
pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar dan tegas, baik dari segi
substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi
substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran,
faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa
atau memanipulasi fakta. Seperti Firman Allah:
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida – perkataan yang benar” (QS.
4:9)
“Dan
jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
Dari
segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar,
baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. Dalam dunia pendidikan, Qaulan Sadida
dapat dicontohkan dengan memberikan
pengetahuan yang benar. Dalam artian sebagai pendidik harus benar-benar
menguasai materi yang akan diajarkan. Sehingga tidak terjadi kebohongan,
kesalahan yang nantinya menyesatkan.
2.
QAULAN BALIGHA
Kata
baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya
menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.
Seperti
Firman Allah:
“Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha – (perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka.)“ (QS An-Nissa :63).
Agar
komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah
disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan
bahasa yang dimengerti oleh mereka.
”Tidak
kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya”
(QS.Ibrahim:4)
Gaya
bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus
dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di
depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa.
Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat
berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa
komunikasi massa (language of mass communication).
3.
QAULAN MA’RUFA
Kata
Qaulan Ma`rufan disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. Al-Baqarah:235
dan 263, serta Al-Ahzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik,
ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak
menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan
yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
Seperti
Firman Allah:
“Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268],
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa( kata-kata yang baik.)” (QS An-Nissa
:5)
“Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka
berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan
Ma’rufa- (perkataan yang baik)” (QS An-Nissa :8).
“Dan
tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa – (perkataan yang baik…)” (QS.
Al-Baqarah:235).
“Qulan
Ma’rufa – (perkataan yang baik) dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha
Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).
Qaulan
Ma’rufa bagi seorang pendidik akan menjadi sebuah keteladanan. Tutur kata
seorang guru mencerminkan dirinya. Seorang peserta didik akan merasa segan
karena wibawa seorang pendidik berawal dari tutur katanya. Dalam situasi apapun
seorang pendidik harus mampu mengendalikan perkataannya kepada siapa saja.
4. QAULAN KARIMA
Qaulan
Karima adalah perkataan yang mulia dibarengi dengan rasa hormat dan
mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat
tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua
orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya
menyakiti hati mereka.
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan
‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan
Karima (ucapan yang mulia)” (QS.
Al-Isra: 23).
Qaulan
Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau
orang yang harus kita hormati. Seorang pendidik mengharapkan dihormati oleh
peserta didiknya haruslah ia terlebih dahulu yang memberi contoh bagaimana
menghormati orang lain.
5.
QAULAN LAYINA
Qaulan
Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar,
dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata
kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –( kata-kata yang
lemah-lembut…)” (QS. Thaha: 44).
Ayat
di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara
lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan
(orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak
untuk menerima pesan komunikasi kita. Dengan demikian, dalam komunikasi Islam,
semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada
keras dan tinggi.
6.
QAULAN MAYSURA
Qaulan
Maysura bermakna ucapan yang penuh pengertian ( mudah dimengerti) dan dipahami
oleh komunikan sehingga menimbulkan penuh pengertian. Makna lainnya adalah
kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan.
”Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura – (ucapan yang mudah)”
(QS. Al-Isra: 28).
Contoh
dalam dunia pendidikan ucapan yang penuh pengertian adalah ketika salah satu
siswa mengalami kesulitan dalam belajar ataupun sedang mengalami masalah,
sebagai seorang pendidik memiliki kewajiban untuk berkomunikasi dengan peserta
didik tersebut untuk memecahkan masalahnya, membantunya dengan bahasa yang
penuh perhatian dan pengertian sehingga dapat meringankan beban ataupun memberi
saran-saran untuk mengatasi masalahnya.
Etika Komunikasi dalam
Islam
Dari sejumlah aspek moral dan
etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi dalam
Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy (ketepatan/ketelitian),
tanggungjawab dan kesejahteraan. Dalam surah an-Nuur ayat 19 dikatakan:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji
itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih
di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.
Sehubungan
dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayat-ayat Alquran memberi banyak
landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam surah an-Nahl
ayat 116: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah tiadalah beruntung”.
Dalam
masalah ketelitian menerima informasi, Alquran misalnya memerintahkan untuk
melakukan check and recheck terhadap informasi yang diterima. Dalam surah
al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Menyangkut
masalah tanggungjawab dalam surah al-Isra’ ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawab-nya”. Alquran juga menyediakan ruangan yang cukup banyak dalam
menjelaskan etika kritik konstruktif dalam berkomunikasi. Salah satunya
tercantum dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Begitu
juga menyangkut isi pesan komunikasi harus berorientasi pada kesejahteraan di
dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam sural al-Baqarah ayat 201: “Dan
di antara mereka ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Selain
itu, etika komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana tertera
dalam surah an-Nahl ayat 90, berbuat baik (ihsan) dalam surah Yunus ayat 26,
melarang perkataan bohong dalam surah al-Hajj ayat 30, bersikap pertengahan
(qana’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada surah
al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam surah al-Furqan ayat 63, menunaikan janji
dalam surah al-Isra’ ayat 34.